Jumat, 22 Februari 2013

Tarian Balerina



Kalian tahu saat hidup kalian hanya mempunyai satu tujuan, saat hidup kalian hanya mempunyai satu visi misi. Kalian akan mencapai tujuan itu bagaimana pun caranya. Kalian akan selalu berusaha dan selalu berusaha sampai kalian mendapatkan tujuan itu. apa kalian punya mimpi? Aku punya mimpi. Mimpiku menjadi seorang ballerina terkenal. Tak pernah ada niat dan tujuan lain selain menjadi ballerina. Aku suka menari, aku cinta menari. Bahkan aku berpikir kalau aku hidup untuk menari. Aku bernapas untuk menari. Setiap langkah kakiku, setiap alunan music yang kudengar dapat membawaku mendalami peranku sebagai balerina.
“Brukk!!”
Arghhhh. Batinku berkecamuk. Kenapa harus selalu seperti ini, kenapa aku hanya bisa menjadi perempuan lemah. Arghhhh.
Aku masih berdiri dalam balutan baju baletku, sepatu balet dan alunan music yang masih ku dengar. Sudah beberapa kali aku terjatuh dalam tarian balet yang kumainkan. Keringat bercucuran membasahi dahiku, tak apalah, ini semua deminya. Aku menaikan satu tangan ku keatas dan disambut oleh tanganku yang satu lagi. Aku mulai berputar mengikuti alunan music diruangan penuh kaca ini. aku melihat tubuhku mulai bergerak, melangkah, meloncat dan aku menari. Setiap gerakan tubuhku dapat kulihat dari pantulan cermin didepanku. Satu gerakan lagi. Batinku. Aku mencoba meloncat dan memutar badanku dan alhasil.
“BRUKKK!!”
Aku terjatuh. Lagi.
“argh!!” aku berteriak kesal kepada diriku. Aku sangat marah. Aku.. aku tak tahu apa yang akan terjadi padaku bila gerakan itu tak dapat kuselesaikan. Rasanya aku ingin menangis, aku ingin berteriak. Mengapa hanya satu gerakan saja dapat membuatku seperti ingin membunuh diriku. Mengapa satu gerakan saja dapat menghentikanku. Aku benci ini. aku benci dengan diriku yang tak bisa mengikuti permainan dari gerakan balet itu. tapi bagaimanapun aku tak bisa membenci balet, aku tak bisa membencinya. Karena dia adalah hidupku, napasku.
“kinan. Sudah terlalu malam. Kau masih mau disini sampai jam berapa?” suara lantang dari sudut ruangan mengingatkanku kalau ini sudah sangat terlalu larut.
“ma.. biar aku mencobanya sekali lagi.” Ucapku memohon. Aku melirik kearah jam dinding didepanku. Jam 9 lewat hampir jam setengah sepuluh.
Mama mendengus kesal. “tidak. Tidak usah kau tidak perlu. Gerakan itu sangat susah dan kau tak akan bisa.” Mama merapikan barang-barangku yang berserakan dilantai. Ia mendekatiku dan memberiku botol minum biru milikku untuk melepas dahagaku. “ayo kita pulang.” Ajaknya kemudian.
Aku sudah berlatih selama 4 jam lamanya. Aku sungguh bisa lupa waktu kalau sudah mengenai balet. Aku bisa saja berlatih setengah hari penuh jika aku ingin menghadapi lomba. Begitupun saat aku mendapatkan patah hati, aku bisa menari balet sehari penuh tanpa berhenti agar aku bisa melupakan keluh kesahku atas drama dari kisah cintaku.
Menari bukan hanya sekedar menari untukku. Aku menari untuk bernapas dan bernapas untuk menari. Lagi pula dua minggu lagi akan diadakan loma balet nasional yang akan dihadiri ballerina-ballerina handal dari beberapa kota yang ada diindonesia. Aku sangat terhormat Mrs. Cornelia memilihku untuk menjadi perwakilan bagi kotaku. Sudah satu minggu aku berlatih dalam ruangan yang dipenuhi kaca dan alunan music yang selalu mengiringiku.
Lampu merah diujung jalan menghentikan laju mobilku. Aku termenung menunggu lampu itu berubah warna. Seketika ada gadis kecil dengan baju lusuh dan muka penuh dengan debu menghampiri mobilku. Gadis kecil itu menatapku dari luar kaca jendela mobilku. Sepertinya ia tidak berniat untuk meminta uang dariku, dari tatapan yang aneh dengan melihatku dengan mata besar bulatnya. Aku menatapnya balik, kubuka jendela mobilku.
“kau mau ini?” aku memberikan sekantong makanan kecil untuknya. Gadis kecil itu menerimanya dengan malu-malu. Ia julurkan tangannya untuk mengambil makanan itu.
“terima kasih kakak. Apakah kakak ballerina?” tanyanya.
Aku menatapnya lembut, “bagaimana kamu bisa tahu?”
“aku pernah melihat kakak dikoran yang pernah kujajalkan kepada orang-orang. Kakak mengenakan baju balet dan menggenggam piala ditangan kakak. Tapi kenapa saat itu wajah kakak muram. Aku melihat forto kakak menari dan sangat bagus. sangat indah. Kenapa kakak muram saat itu?”
Pertanyaan dari gadis kecil itu seperti tanpa adanya rem, menerjang terus membuatku teringat akan kejadian itu. ya memang saat itu aku tidak meraskan senang, padahal aku mendapatkan juara 2 dan juga menjadi juara favorite, tetapi aku tidak senang akan semua itu. selama aku belum menjadi juara 1, tidak akan bisa membuat mamahku bangga akan hidupku. Mama selalu menginginkanku untuk menjadi yang pertama. Mama ingin aku menjadi ballerina satu-satunya yang akan mewakili Indonesia untuk ajang internasional. Tapi apa daya ku. Berulang kali aku hanya menjadi juara 2 atau juara favorite saja. Itu membuat ku sangat sakit.
Hari ini seperti biasa, sepulang dari sekolah aku akan berlatih balet. Setiap keperluan yang kubutuhkan sudah siap tersedia didalam mobilku. Mang ujang, supir pribadiku sudah menungguku dengan senyum khasnya didepan mobilku. Ia menyapaku seperti biasa, menyebut namaku. Kinan. Sesampainya di rumah baletku, aku sudah disamput oleh mrs. Cornelia. Ia akan mengajarkanku tehnik balet yang lebih baik lagi dari sebelumnya. Sebelum melakukan tarian balet kami terbiasa melakukan pemanasan terlebih dahulu.
Selang satu setengah jam, aku selesai dalam latihanku dan segera pulang kerumah. Aku melihat kearah garasi rumah terdapat mobil jazz berwarna merah. Aku mengira siapa yang ada dirumahku saat ini. aku memasuki ruang peruangan didalam rumahku. Terdengar suara bergembira mama. Aku sudah bisa mendugaa. Shasi. Kakak perempuanku. Dia juga ballerina, sepertiku. Tapi aku berbeda dengannya. Dia sangat pintar dan pandai menari. Shasi mampu membuat semua orang yang melihatnya menari terhipnotis. Dia mampu membuat semua orang memberikan standing applause untuknya. Dan yang lebih terpenting untukku. Dia mampu membuat mama bangga. Tidak sepertiku.
Aku hanya dapat membuat mama kecewa akan kinerja kerasku. Jika mama tahu, aku selalu melakukan yang terbaik untuknya. Aku selalu berusaha menampilkan tarian balet yang sempurna. Aku selalu berusaha, andai mama tahu. Pernah suatu ketika aku mendapatkan juara 1 tarian balet yang diadakan oleh suatu kelompok ballerina terkenal, tetapi apa yang terjadi, mama bilang, “itu baru tingkat sesama saja, kamu harus bisa seperti shasi. Dia menang dalam tingkat apapun dan selalu menjadi juara 1.” Andai mama tahu aku sudah sangat berusaha semampuku. Aku berusaha sangat berusaha.
“dek, kamu udah pulang.” Sapa shasi yang menyadari kehadiranku. Aku hanya mengangguk pelan.
“gimana perkembangan balet kamu? Pasti kamu sudah sangat handal ya?” tanyanya kemudian.
Aku tersenyum simpul, “masih biasa-biasa saja, kak.”
“ya jangan ditanya dong shasi. Adekmu itu kan tidak seperti kamu. Dia masih seperti bebek yang ingin menjadi angsa. Kalau kamu itukan sudah langsung menjadi angsa tanpa harus ingin menjadi angsa lagi.” Ucap mama.
Aku menatap mereka bedua. Mama. Mama hanya menganggapku seperti itu? Kenapa.. kenapa omongan mama barusan sangat menusuk kehatiku. Mama selalu saja membedakan kami. Mama selalu saja membuatku merasa kalau aku bukanlah salah satu dari mereka. Mama mampu membuatku kesal? Tapi apa daya? Aku menyayangi mama dan akan selalu membuat mama bangga akan hasil kerjaku. Aku akan membuktikannya dengan perlombaan ini. Aku bergegas masuk kedalam kamarku. Aku tidak ingin mendengar semua pembicaraan mereka yang akan lebih menyakiti hatiku. Aku ingin menangis jika aku bisa menangis. Tapi untuk apa aku menangis? Itu tak akan membuat mama bangga akan diriku.
Aku memikirkan kata-kata mama. Aku hanya bebek yang ingin menjadi angsa. Kalau begitu tarianku memang sangat jelek dimata mamaku. Aku menopang kepalaku dengan kedua lututku. Aku bergeming, aku mengingat akan hal yang selama ini ku alami. Shasi memang sempurna, dia memang angsa sejati. Buktinya dia selalu menang dalam kejuaraan apapun. Bahkan ia menjadi wakil Indonesia diajang dunia. Aku sangat terkesan dengannya. Dia memperoleh penghargaan sebagai ballerina termuda saat umurnya 18th. Ia mendapatkan predikat the beautiful swam. Angsa yang cantik.
Tapi tiga tahun belakangan dia berhenti menari, dia berhenti menjadi seorang ballerina. Dia memutuskan untuk mengambil kuliahnya di belanda. Entah apa yang ada dipikirannya kala itu. aku sungguh tak mengerti, mengapa ia rela meninggalkan banyak prestasinya hanya demi kuliah, dibelanda tempat yang jauh dari aku, dari keluarganya. Saat itu mama sangat kecewa dengan keputusan kak shasi yang sangat terburu-buru. Mama sangat menyesali akan keputusan kak shasi. Oleh karena itu, aku bertekad untuk menjadi seperti kak shasi, aku bertekad untuk menjadi ballerina terkenal dan angsa yang cantik seperti kak shasi. Tapi apa yang terjadi, mama tidak pernah melihat hasil dari kerja kerasku selama ini. padahal hampir tak ada lomba yang tak dapat ku menangi.
Seperti biasa aku terus berlatih dan terus berlatih untuk dapat memenangi lomba ballerina tersebut. Tinggal satu gerakan saja dan semua akan terasa sempurna, tapi apa daya ku satu gerakan itu malah yang membuatku lemah. Aku juga teringat satu gerakan meloncat sambil berputar pernah membuat kaki kak shasi cedera, dan untung saja tuhan masih menghendakiku dan aku tak pernah mendapatkan celaka atas gerakan itu.
“dek sudah malam, apa kamu masih mau dalam balutan baju balet itu.” tanya kakaku yang memasuki kamarku dan lalu duduk ditepi tempat tidurku.
Aku mengangkat bahuku, “aku ingin menyelesaikannya ka. Hanya tinggal 1 minggu lagi lomba itu akan datang. Kakak kapan kembali dari belanda?”
“tadi sore. Kamu nggak usah berlatih sampai sekeras itu, nan. Balet kamu udah bagus banget kok. Kakak suka ngeliatnya. Sangat lincah.” Pujinya.
Aku mengangkat tanganku dan menjijitkan kakiku dan mulai menari kembali. Aku mulai berputar dan terjatuh.
“dek kamu nggak papa?” tanya kakakku khawatir. Ia membawaku keranjangku, ia mengurut kakiku.
Kak shasi memang sangat baik dan sangat menyayangiku. Aku ingin menangis melihatnya. Dia begitu sempurna untuk menjadi kakaku.
“kinan masih belum bisa sebaik kakak.” Aku mulai meneteskan air mataku. “kinan masih belum bisa membuat mama bangga dengan kinan. Mama tetap saja memuji-muji kakak. Bagaimana cara kakak menari balet bagaimana kakak bisa memenangkan semua perlombaan tanpa mendapat halangan berarti. Nggak kayak aku.”
 “nggak begitu dek.” Ucapnya menenangkanku. “kamu sudah berhasil menjadi ballerina hebat, buktinya kamu juga udah beberapa kali masuk majalah dan menjadi ballerina terkenal.”
“nggak kak! Kakak tuh sama aja kayak mama, nggak pernah ngerti perasaan aku.” aku menepis tangan kakaku. Aku sangat iri terhadapnya. Aku iri. Dan aku benci itu.
Suaraku sangat terdengar kencang dan lantang, aku sendiri tak sadar apa yang barusan ku ucapkan. Tiba-tiba mama datang kekamarku.
“kinan! Mengapa kamu bersikap kasar pada kakakmu?” tanya mama dengan suara keras. “dia itu kakakmu, dia itu saudara kandungmu. Kamu nggak boleh membentaknya. Kamu itu udah seperti anak nakal kinan. Contoh kakakmu, dia baik dan sopan kepada siapapun. Nggak seperti kamu.”
Aku terhentak mendengar ucapan mama barusan, mama, mama menganggapku sebagai anak nakal. “kenapa sih mama selalu saja membedakan kinan sama kak shasi? Kenapa mama selalu menuntut kinan untuk menjadi seperti kak shasi sampai nggak ada keinginan kinan yang lain selain menjadi seperti kak shasi.’ Ucapku tak kalah kencang. “aku capek ma terus begini. Aku capek dengar mama selalu membanggakan kak shasi didepanku. Lebih baik aku berhenti menjadi ballerina.”
“kinan apa yang kamu ucapkan?” tanya mama ku marah.
“udah cukup. Adek nggak boleh kayak gitu sama mama.” Kakakku mengingatkanku. Napasnya tak teratur mengucapkan kalimat itu.
“kalian berdua sama aja!” ucapku.
Kak shasi memegang dadanya, ia seperti sesak? Ia seperti terus berusaha mengambil napas. Aku dan mama terkejut melihat kakaku yang lalu tiba-tiba pingsan dihadapan kami berdua. Aku memanggil nama kakaku. Aku sangat khawatir dan takut.
Aku dan mama lalu membawa kak shasi kerumah sakit terdekat dari rumah kami. Mang ujang menyetir dengan sangat cepat, karena itu perintah mamaku. Di jok belakang ku lihat kak shasi tertidur dipangkuan mama, ia tak sadarkan diri sejak tadi. aku sangat khawatir dan aku sangat menyesali mengapa tadi aku kehilangan kontrol dan bertengkar dengan mama. Ku lihat raut wajah mama yang tak kalah khawatirnya denganku. Aku sangat menyesal.
Sesampainya dirumah sakit, kak shasi langsung dibawa keruang UGD. Aku dan mama menunggunya diluar ruangan. Sangat lama, dan lama sekali. Apa yang sebenarnya dokter lakukan didalam. Dan apa sebenarnya yang terjadi dengan kak shasi. Aku tak pernah melihat kak shasi seperti ini sebelumnya. Tak lama dokter keluar dari ruangan. Raut wajahnya tegang.
“anda orang tua dari shasi?” tanyanya.
Bagaimana dokter itu bisa tahu nama kakaku. Sepertinya baru kali ini kak shasi masuk rumah sakit. Dan mama dan aku juga baru kali ini kerumah sakit ini. mengapa ia bisa mengenal kak shasi, padahal kami juga belum melakukan administrasi sebelumnya. Dokter mengajak mamaku untuk keruangannya menjelaskan apa yang terjadi dengan kakakku. Tanpa sepengetahuan mama aku mengikuti mereka berdua. Aku sangat curiga dan aku juga sangat khawatir. Mama memasuki ruangan dokter dan dokter pun mulai berbicara.
“penyakit jantung shasi semakin memburuk.” Ucapnya.
Aku terhentak mundur kebelakang, penyakit jantung? Jadi kak shasi menderita penyakit jantung. Bagaimana mungkin? Bagaimana bisa? Selama ini kak shasi sangat sehat, selama ini kak shasi tak pernah sakit, aku mulai mendengar mama menangis tersedu-sedu. Aku juga mengira kalau mama tak tahu menahu tentang penyakit jantung kak shasi. Karena memang sudah 3 tahun kak shasi tinggal dibelanda.
“bagaimana mungkin dok? Shasi tak pernah memberitahukan kepada saya bahwa ia mempunyai penyakit parah seperti itu.” suara mama terdengar haru. Aku tahu saat itu mama kaget, shocked dan sangat sedih menerima kenyataan anak kesayangannya menderita penyakit sedemikian parahnya.
“anda tak tahu? Jadi selama ini shasi tak memberitahukan kepada anda?”
Aku melihat dari celah pintu yang terbuka sedikit mama menggeleng pelan.
“maafkan saya kalau seperti itu. hm.. sashi sudah menderita penyakit itu tiga tahun lamanya, sampai saat itu saya menyuruhnya untuk berhenti menjadi seorang ballerina.”
Aku menutup mulutku dengan kedua tanganku. Air mataku pecah begitu saja. Aku mulai berjalan pelan meninggalkan tempat itu. jadi keputusan kak shasi yang sangat terburu-buru untuk berhenti menari karena itu. jadi selama tiga tahun kak shasi menyembunyikan ini semua dariku, dan dari mama. Bagaimana bisa? Aku sangat tahu menari adalah hidupnya, menari adalah napasnya. Sama sepertiku, aku tahu rasanya saat ada seseorang menyuruhku untuk berhenti menari, itu sangat sakit. Seperti ada orang yang menyuruhmu untuk berhenti hidup. Itu dapat membunuhku perlahan jika aku tak menari. Dan aku tahu bagaimana rasanya kak shasi tak dapat menari lagi.
Aku memegang kait pintu yang terbuat dari besi itu, sangat dingin hingga terasa sampai kedalam tulangku. Aku membuka pintu itu dank u lihat kak shasi sedang terbaring ditempat tidurnya, tetapi matanya sudah terbuka, ia sudah sadarkan diri. Aku mencoba mendekatinya. Ia tersenyum simpul kearahku.
“kamu udah tahu kan dek yang sebenarnya?” tanyanya kepadaku. Aku hanya mengangguk pelan.
Pandangan kak shasi mencoba untuk menerawang, “kamu bisa meraskannya dek? Sakit. Aku sangat sakit saat dokter menyuruhku untuk berhenti menari. Karena kita sama-sama tahu kalau menari adalah hidup kita.” Ia menetekan air matanya.
“saat dokter bilang aku nggak boleh menari lagi itu membuat aku hancur dek. Maka dari itu beberapa bulan kemudian aku memutuskan untuk kuliah dibelanda dan mencoba untuk berobat disana, tapi tetap saja mereka menyuruh kakak untuk melakukan transplatasi jantung,”
“kenapa kakak nggak melakukannya?” tanyaku.
Ia tersenyum, “kebanyakan operasi jantung tidak berhasil, dan hanya kemungkinan kecil saja tubuh kakak bisa menerima jantung baru, nggak semua orang bisa menerima jantung baru dari orang lain, dan itu akan membuatnya meninggal. Lebih baik kakak meminum banyak obat-obatan dari pada harus menerima meninggal dimeja operasi. Tapi kalau dengan obat-obatan saja, kakak harus menerima jika kakak harus menghadapi serangan jantung tiba-tiba seperti tadi.”
Aku memeluk kakakku erat, aku menangis sejadi-jadinya didepan kakaku. “maafin aku kak. Aku tadi udah membuat kakak mengalami serangan jantung.”
“jangan berhenti menari dek. Karena menari adalah hidup kamu, kan?” kakak mengelus rambutku. Aku mengangguk didalam pelukannya, “kamu harus bisa menjadi ballerina terkenal, kamu harus memenangkan pertandingan ini. babak selanjutnya dari pertandingan ini kan adalah ajang internasional.” Dia menelan ludahnya sebentar, “kakak mau kamu menang, dan menjadi ballerina termuda dengan umurmu yang masih 16th.”
“kinan janji nggak akan ngecewain kakak.”
“ingatdek, kamu nggak usah jadi siapapun. Kamu nggak usah menjadi seperti kakak. Kamu cuman cukup jadi dirimu sendiri, kamu cukup mendengarkan setiap alunan lagu yang mengiringi kamu, itu akan membuatmu sempurna. kamu akan bergerak, menari dengan sendirinya.” Kakakku lalu memelukku erat, dia mengusap-usap punggungku. “percaya sama kakak.”
“tapi apa aku bisa membuat mama bangga denganku, kak? Mama sepertinya tidak bangga denganku kak.” Aku melepaskan pelukan kakakku. Dia mengusapa ir mataku saat itu.
“mama bangga denganmu, nak. Siapa bilang mama nggak bangga sama kamu?” suara mama terdengar dari ujung pintu. Aku dan kak shasi sama-sama menoleh.
“selama ini mama keras padamu agar kamu bisa menjadi ballerina terkanal dan tidak cepat puas akan hasil yang kamu terima. Mama ingin kamu terus berusaha lebih dan lebih lagi. Asalkan kamu tahu mama nggak pernah membeda-bedakan kamu dengan kakakmu.”
“kamu tahu dek, dibelakang kamu, mama selalu membanggakan kamu didepan aku. Mama bangga banget punya anak berprestasi sepertimu.”
“apa itu bener ma?” tanyaku penuh harap kepada mama. Mama tersenyum dan mengangguk. Aku langsung saja berlari memeluk mama. Aku meminta maaf atas apa yang terjadi tadi, aku telah membentak mama dan kakakku, aku sangat menyesali semua itu. mama ternyata selama ini bangga terhadapku, aku sungguh tak menyangka akan semua ini. ya tuhan aku selalu berpikiran buruk terhadap mamaku. Aku mencintainya tuhan, aku mencintainya lebih dari apapun. Tak ada didunia ini yang dapat mengalahkan mamaku, walaupun balet sekalipun. Tapi mama memang benar-benar napas dan hidupku yang sesungguhnya diberikan oleh tuhan sebelumnya. Aku sangat menyesali perbuatanku kepada mama tadi.
Hari itu tiba juga. Sorot lampu menyilaukan kedua mataku, aku menutup mataku sebentar, berdo’a. aku ingin semuanya lancer. Aku ingin membanggakan mama dan kakakku yang kini sedang tersenyum dibangku penonton menunggu aksiku menari balet. Gerakan itu, berkat kakakku, aku dapat menyelesaikan gerakan itu. berkat kakakku, aku dapat melihat ketulusan ballerina yang sesungguhnya.
Sinar lamp uterus berada disisiku. Aku membuka mataku, melihat mama dan kakakku berpegangan tangan sambil tersenyum kearahku. Disebelah mereka ada mrs. Caroline yang menunjukan wajah ketegangnnya. Music pun terlantunkan, alunan music khas untuk mengikuti tarian baletku ini. aku mulai menari balet dengan lincahnya, seperti angsa putih yang mengepakkan sayapnya.
Aku teringat ucapan mama sebelum aku menaiki panggung tadi, mama bilang tunjukkan sayapmu. Dan mama juga bilang, mama sadar beliau tidak akan memaksakan kehendak untuk aku memenangkan kontes ini. Mama hanya ingin melihatku berhasil mengepakkan sayapku saat lomba nanti. Saat itu aku benar-benar merasakan kasih sayang tulus dari seorang ibu yang selama ini aku tak menganggap perhatiannya kepadaku.
Aku kembali menari menaikan satu kakiku dan berputar kembali, aku melangkah, meloncat dan berputar dengan indahnya. Aku mengepakkan sayapku, aku berhasil. Aku dapat merasakan angsa menari kedalam diriku. Aku dapat merasakan sayapku tepat dibelakangku. Aku tersenyum bahagia, aku tersenyum dan terus menari mengikuti alunan music tersebut. Aku terus menari dan berputar sampai lagu terdengar hening dan berhenti.
Aku tersenyum dan kemudian menutup mataku melihat reaksi yang akan kudapatkan dari semua orang, dua detik mereka diam dan hening dan kemudian aku mendapati sebuah tepukan, aku membuka mataku. Mama berdiri menepukan tangannya sambil tersenyum bangga kepadaku. Dan lalu diikuti kakaku dan semua orang yang berada ditempat itu. semuanya berdiri dan bertepuk tangan. Aku.. aku, aku sangat bangga dengan diriku. Aku berhasil. Aku bisa. Tuhan ini keajaibanmu. Terima kasih.
Aku tersenyum lebar dan lalu membungkukan badanku mengucapkan terima kasih. Lalu aku kembali keruangan tunggu khusus ballerina disini. Tinggal dua peserta lagi. Akhirnya tiba saatnya untuk pengumuman hasil lomba. Semua ballerina dikumpulkan diatas panggung. Kami semua, ballerina-ballerina saling berpegangan tangan. Aku menutup mataku, satu persatu juara diumukan, dari juara favorite, sampai juara dua. Kini tiba saatnya pengumuman untuk juara pertama, aku menutup mataku dan mempererat peganganku.
“juara pertama jatuh kepada “THE BEAUTIFUL SWAN QUEEN”.” Ucap sang pembawa acara.
Aku terhenyak. Bukan aku. Tapi siapa dia?
“KINAN SAPUTRA” lanjutnya pembawa acara tersebut.
Aku membuka mataku. Aku terdiam, masih terdiam. Aku melihat mamaku dikursinya menyebut namaku dan menyuruhku maju. Pembawa acara tersebut memanggil namaku lagi. Aku tersadar. Aku juara pertama. Dan aku akan mewakili Indonesia. Aku tak percaya ini. aku maju kedepan dengan meneteskan air mataku. Tropi piala ku terima. Aku tersenyum menunjukan ini kepada mamaku. Beliau tersenyum. Aku sangat bangga dengan hasil kerja kerasku. Aku sangat sangat bangga. Aku bisa menjadi angsa putih. aku bisa.
Mimpiku. Aku mendapatkan mimpiku, tentunya dengan usaha kerasku. Aku dapat meraihnya. Ini mimpiku. Tapi aku menyadari aku pernah melupakan apapun demi mimpiku, aku pernah meremehkan kasih sayang mamaku, sampai aku melukai hatinya. Aku hanya ingin kalian tahu, mungkin kalian pernah sama halnya denganku. Kalian ingin mencapai mimpi kalian, mewujudkannya. Tapi ingatlah, kalian bjuga harus tetap melihat apapun yang ada disisi kalian. Kalian tidak boleh mengacuhkan apappun yang ada disisi kalian saat ini. karena tanpa mereka juga, kalian tidak akan pernah bisa mencapai mimpi kalian. Ballerina. Mimpiku. Ini sungguh keajaiban terindah dari tuhan yang pernah ia titipkan kepadaku setelah keluargaku.

By: Dewi Rachmawati

Peluk Aku Satu Kali

Mungkin belum ada kata yang tepat untuk menggambarkan sebuah cinta. Sebagian orang beranggapan kalau cinta itu menyakitkan, sampai-sampai mereka tak ingin jatuh cinta atau lebih tepatnya mereka tak ingin jatuh terlalu dalam karena sebuah kata yang namanya cinta. Namun tak banyak juga yang menganggap kalau cinta itu indah, sampai ada anggapan orang bisa buta karena cinta. Ya memang semua orang bisa buta oleh yang namanya cinta. Bagaimana tidak, saat seseorang sedang melabuhkan hatinya pada orang diseberang sana ia akan melupakan segala hal yang berada disisinya. Tapi yang paling aku tak mengerti adalah bahkan ada juga sedikit orang yang menyepelehkan cinta sampai ia membuat permainan akan cintanya. Dalam cinta bukan hanya tentang saling menyayangi, tetapi bagaimana cara peduli, memahami dan mengerti akan hal indah yang sudah diciptakan oleh tuhan. Hal indah yang dititipkan tuhan, hal indah yang ada disisi kita saat ini.
Rintik hujan terlihat disepanjang taman ini, membuat rumput-rumput hijau terlihat berkilauan terlihat bergembira menerima rintikan hujan itu tepat ditubuh mereka. Anne tersenyum bahagia melihat pemandangan yang sangat menakjubkan itu. Anne sudah berdiri selama 10 menit, masih sama dengan payung dan juga baju dari rumah sakit dibalut jaket tebal yang ia kenakan. Keadaannya sudah baik-baik saja sekarang, tidak seperti kemarin. Mungkin jika tidak ada Romeo entahlah apa yang akan terjadi kepada Anne.
“hey kenapa disini? Ayo kita masuk, disini dingin.” Ucap romeo yang kini berada disamping anne.
Anne tersenyum samar, “indah.” Ucap anne dengan pandangan menerawang.
Romeo merangkul Anne dan lalu mendekapnya hangat, sangat hangat, walaupun anne sudah memakai jaket tetapi tetap saja ia bisa merasakan pelukan hangat romeo. Romeo melepaskan pelukannya terhadap anne.
Romeo memegang kedua lengan anne, “kamu masih sakit, ne.” katanya. “kok suster disini biarin kamu main hujan-hujanan gini.”
Dengan sebelah tangannya anne mengelus wajah romeo seolah ingin meyakinkan lelaki yang ia sayangi itu, “aku baik-baik aja. Aku juga nggak main ujan-ujanan, meo. Aku pakai payung.” Tukasnya lembut.
“aku tahu itu. ayo kembali keruangan kamu, aku nggak mau kamu kedinginan disini.”
“kan ada kamu yang bakalan hangatin aku kalau aku kedinginan.”
“emangnya kamu mau aku peluk terus-terusan disini? Kalau begitu sini aku peluk.” Tangan romeo langsung saja mendekap anne yang memang tak jauh darinya.
“Meo, jangan disini. Aku malu.” Walaupun anne berkata seperti itu tetapi Anne semakin membenamkan wajahnya didada romeo.
“yaudah ayo kita masuk kekamar. Disini sudah banyak suster-suster yang bertampang jahat.” Ucapnya terkekeh.
Romeo langsung saja membawa anne kekamarnya. Kamar VIP. Anne sudah sangat hapal dengan seluk beluk rumah sakit ini. bagaimana tidak, sudah lima tahun lamanya ia harus berjuang mati-matian untuk tetap bisa hidup seperti ini. sudah sekian lamanya ia harus meneteskan air matanya. Sudah sekian lama ia menahan rasa sakit akibat kemoterapi yang ia harus hadapi setiap ia merasakan tubuhnya seperti remuk tak bertulang. Saat dadanya sesak, saat ada tumpahan air mata yang ia lihat, saat ada kesakitan juga didada mamanya saat menyaksikan anaknya terbaring lemah tak berdaya. Tapi kini semuanya sudah menghilang.
Dua tahun lalu pangeran berkuda putih yang selalu ia harapkan datang juga, tapi dia bukanlah pangeran, dia adalah kekasih juliete. Romeo. Lelaki itu seperti seorang malaikat untuk anne. Kini anne sudah tak merasakan sakit lagi, ia tak merasakan hidup yang sia-sia, pengobatan yang entahlah disebut apa itu. selama anne masih dan akan selalu berada dipelukan hangat romeo ia tak akan merasakan itu semua.
Seperti kejadian kemarin sore saat pulang sekolah, Anne sedang menunggu romeo yang sedang bermain basket dengan teman-temannya, tiba-tiba saja anne merasakan sakit itu lagi, ia merasakan sakit sangat sakit. Darah mulai keluar dari hidungnya dan ia meraskan terhempas seperti tak ada tulang-tulang yang menyanggah tubuhnya. Anne terjatuh dan romeo yang sedang berada disampingnya langsung saja menangkap tubuh anne yang terhempas.
Romeo menutup tubuh anne dengan selimut. Cuaca memang sedang dingin-dinginnya, dan cowok itu ingin memastikan tubuh anne akan selalu hangat. Entah itu karena pelukannya atau bukan, tetapi ia akan selalu memastikan tubuh anne selalu hangat.
Romeo ingat saat anne bilang, hanya pelukan romeo dan genggaman romeo yang mampu membuatnya merasa senyaman mungkin sampai tak ada pikiran untuk meninggalkan dunia ini karena masih ada dia, romeonya anne.
Dulu anne selalu berpikir lebih baik ia meninggalkan dunia ini, tak ada yang pantas diperjuangkan didunia ini. ayahnya memilih bercerai dengan mamanya. Setelah itu penyakit itu datang dan ingin mengambil nyawanya. Anne sangat sedih jika harus menerima kenyataan penyakit ini menggerogoti darahnya setiap harinya. Tapi anne sadar ia masih mempunyai mama yang sangat cantik dan sangat menyayanginya. Ia masih bisa mendapatkan perjuangan untuk hidupnya. Dan saat itu, romeo datang. Cowok itu menjadi salah satu setelah mamahnya untuk menjadi alasan untuk berjuang hidup. Romeo. Bahkan cowok itu tak mau dipanggil romeo. Dia bilang dia itu bukan romeo, romeo itu adalah kekasih Juliet. Sedangkan dia hanyalah meo, kekasih anne. Kekasih yang akan selalu dan selalu mendekap tubuh anne dipelukannya.
“aku kangen kamu.”
Romeo mengelus pelan rambut anne, “aku juga kangen kangen kangen banget sama kamu.”
“entah kenapa aku kangen banget sama kamu. Kamu mau kan ada disamping aku terus?” ucap anne lalu ia mencoba duduk ditempat tidurnya dan menyuruh romeo untuk berada disampingnya.
Kini romeo sudah mendekap tubuh anne. Tubuh mereka menyatu, mereka saling tersenyum, senyum kebahagiaan, bukan senyum samar yang dulu selalu anne tampakan. kaki mereka saling menyatu. Romeo menaruh tangannya di bahu anne, begitupun anne melingkarkan tangannya dipinggang romeo, dan membenamkan wajahnya didada romeo.
“aku nyaman kayak gini. Aku mau terus kayak gini sama kamu.”
“aku juga.” Balas romeo.
Setelah itu tak ada percakapan diantara mereka, anne lebih suka terdiam dengan keadaan seperti ini. ia berada dalam rangkulan romeo. Anne makin merapatkan tubuhnya dengan romeo, ia mencoba untuk mendapatkan kehangatan dari tubuh romeo. Anne juga mendekapkan kepalanya didada romeo, anne seolah ingin mendengarkan detak jantung romeo, ia ingin tahu bagaimana bunyi detak jantung lelaki yang berada dalam pelukannya itu.
Melihat anne yang seolah tak ingin lepas darinya romeo hanya bisa tersenyum dan kembali membelai rambut anne yang tidak dikuncir. Terkadang sakit rasanya jika harus mengingat penyakit yang diderita anne. Leukemia. Bagaimana bisa Tuhan memeberi wanita ini penyakit yang begitu parahnya. Bagaimana tuhan bisa membuat wanita ceria ini menjadi wanita yang lemah tak berdaya saat penyakit itu datang. Bagaimana bisa tuhan menempatkan penyakit itu kepada anne, kepada orang yang ia sangat sayangi. Tapi sungguh romeo tak dapat menyalahkan yang maha kuasa.
Dulu romeo pernah kehilangan ayah yang sangat ia cintai karena penyakit terkutuk itu, dan saat anne datang kehidupnya ia sangat bersyukur bisa mengenal anne sejauh ini. romeo sangat bersyukur kepada tuhan karena mengirimkan malaikat terindah yang pernah ada didunia. Tuhan adil, ia mengambil ayah yang sangat romeo cintai dan menggantinya dengan seorang malaikat yang ia akan cintai juga selama hidupnya. Tetapi takdir mempermainkannya kembali, tuhan mungkin belum mengijinkan romeo bergembira terlalu lama, saat ia menemukan malaikatnya, ia tahu malaikatnya itu mengidap penyakit yang diderita ayahnya juga. Mengapa selalu saja penyakit itu akan menghancurkan hidupnya, tidak bisakah penyakit itu berhenti mengikuti dirinya. Ia sudah sangat capek melihat anne tak berdaya, romeo takut menerima kenyataan kalau anne akan pergi juga darinya.
Romeo mendapati napas anne yang teratur, wanita ini sudah tertidur. Tertidur dalam dekapn hangatnya. Senyum anne sangat berarti bagi romeo. Cowok itu bahkan sangat takut kalau ia sudah tak bisa melihat senyum anne. Cowok itu sangat takut menerima kenyataan ia akan kehilangan anne. Anne adalah satu-satunya orang yang sangat mengerti tentang bagaimana romeo. Anne satu-satunya yang ada dipinggir lapangan membawakan sebotol minuman saat romeo sedang bermain basket bersama teman-temannya. Anne satu-satunya yang bisa tertidur saat naik motor bersama romeo.
Anne bilang, dia akan terus bertahan hidup untuk bisa melihat kisah kelanjutannya dengan romoe. Anne nggak ingin kisah itu berakhir disini, berakhir dengan kematiannya. Anne bilang cuman romeo satu-satunya yang ia ingin lihat setelah pencangkokan tulang belakang nanti. Ia ingin melihat romeo tersenyum menyambut kesembuhannya. Anne juga bilang kalau dia sudah sembuh, anne mau keparis bersama meo.
“kenapa kamu suka paris?” tanya romeo kala itu.
“soalnya kata mamah aku paris itu tempat yang indah, tempat penuh cinta. Dikota itu mama bertemu papa. Aku ingin membuktikan omongan mama apa benar apa salah. Kamu mau kan nanti keparis bareng aku kalau aku udah sembuh?”
Romeo mengangguk sambil mengelus-ngelus kepala anne.
Tak terasa sudah setengah jam anne tidur dalam dekapan hangat tubuh romeo. Kini wanita itu sudah terbangun dari tidurnya. Wanita mulai meregangkan tubuhnya kembali. Ia milhat cowok itu tersenyum nanar kearahnya, namun anne membalasnya dengan senyuman khasnya yang mampu emmbuat cowok disampingnya itu bertekuk lutut terhadapnya.
“kamu udah bangun, ne.”
Anne mengangguk pelan, “aku haus.”
Romeo dengan perlahan melepaskan pelukannya dan beranjak bangun utuk mengambilkan segelas air mineral dimeja kecil samping tempat tidur anne. Anne beranjak ketepi tempat tidur dan mengambil air mineral itu. Anne menenguk minuman itu tetapi hanya seperempatnya. Saat ia ingin menaruh kembali minuman itu, gelas yang dipegangnya terhempas jatuh dan pecah. Anne tidak bisa merasakan apapun sekeleilingnya berputar dan darah mulai keluar dari hidungnya, ia merasakan sakit sangat sakit. Anne mengerang keras, sakit sekali, ia bahkan tidak bisa menahan rasa sakit itu. rasa sakit itu menusuk sangat menusuk kepersendian dan tulang-tulangnya. Sakit sekali. Sakit.
Astaga apa yang ku lakukan. Batinnya. Anne mengerang kesakitan didepan romeo, ia masih memejamkan matanya menahan rasa sakit yang tiada hentinya ditubuhnya. Sakit sekali tuhan, aku mohon jangan biarkan meo melihatku seperti ini, aku.. aku sungguh. Aaa sakit. Kenapa ini semakin parah aaa sakit.. tuhan hentikan sakit ini sekarang. Aku mohon. Sakit sekali. Batin anne terus berkecamuk.
Anne mencoba membuka matanya, ia sekarang berada dipelukan romeo, romeo terlihat seperti takut? Romeo terlihat sangat entahlah anne tidak bisa menggambarkan raut wajah romeo kala itu. romeo masih memencat bel yang ada dikamar anne agar suster datang ketempat mereka.
Sialan! Kemana para suster itu. pekik batin romeo. Anne meliukkan badannya, ia menangis mengerang dan sepertinya itu sangat sakit. Ya tuhan jika aku bisa menggantikan anne sekarang aku rela. Aku nggak kuat melihatnya mengerang kesakitan seperti ini. melihatnya tak berdaya seperti membunuhku secara perlahan. kenapa penyakit terkutuk itu harus datang. Batin romeo.
Ia terus memeluk wanita tak berdaya itu, seakan ia ingin meredakan sakit yang diderita anne. Saat itu juga seperti ada serpihan kayu yang terselip didada romeo, sakit sekali ia melihat wanita yang ia sayangi tak berdaya. Anne terus saja mengerang kesakitan, cewek itu menekuk tubuhnya memejamkan dan membuka matanya terus menerus, darah yang keluar dari lubang hidungnya terus dihapus dan dibersihkan dengan tangan romeo.
Tangan romeo berlumuran darah karena menghapus darah dari lubang hidung kekasihnya. Sungguh ia tak tega melihat anne kesakitan seperti itu.
“anne tahan ya ne, sebentar lagi suster datang.” Ucapnya meyakinkan anne. Tangannya menggemgam tangan anne yang terlihat gemeteran. Rasa sakit itu juga seperti menjalar ketubuh romeo.
Suster pun datang dan melihat keadaan mereka berdua yang kacau. Suster itu keluar sebentar untuk memanggil temannya. Suster itu menyuruh romeo dan kedua temannya mengangkat anne keatas tempat tidur yang sudah dibawa suster itu. suster yang melihat keadaan anne bertambah buruk dan terus mengerang kesakitan akhirnya ia berinisiatif untuk menyuntikan anne dengan obat penahan rasa sakit. Erangan anne memelan, ia terlihat tidak begitu kesakitan sekarang ini.
Tangan anne masih digenggam oleh romeo. Cewek itu tersenyum nanar, lemah dan tak berdaya, ia melihat cowok yang ada disampingnya itu sangat lusuh, dengan tangan berdecakan darah dari dirinya dan juga tetesan bening air mata yang keluar dari kedua matanya.
“masih sakit?” tanya romeo,
“aku baik-baik aja.” Jawab anne dengan suara parau sangat pelan hampir terdengar seperti bisikan saja.
Romeo mempererat genggamannya, “bertahan ya buat aku. Aku masih mau lihat kamu. Aku masih mau sama kamu. Aku masih mau bersama kamu terus, ne. jangan menyerah, jangan tinggalin aku. Jangan pergi. Aku nggak bisa ne tanpa kamu.”
Senyum anne terlihat semakin melemah. Suster menyuruh romeo melepaskan genggaman tangannya kepada anne karena mereka sudah berada didepan ruangan ICU dan romeo tidak boleh masuk kecuali yang berkepentingan.
“ne, bertahan.” Ucap romeo yang makin menggenggam tangan anne dan lalu mencium kening anne. Genggaman anne melemah, matanya sayu dan mulai tertutup. Ia tak sadarkan diri dan suster membawanya masuk kedalam ruangan itu.
Romeo tertinggal sendiri dengan rasa cemas diluar rungan. Ruangan terkutuk, kenapa ia tak boleh masuk kedalam ruangan itu. cowok itu ingin melindungi permaisurinya, ia tak ingin permaisurinya merasa sakit sedemikian rupa sendirian.
“aaggghhhrrrrrrrrrr!!!”
Romeo terduduk dilantai, cowok itu menekuk kedua lututnya agar menopang kepalanya, ia tertunduk termenunung sendirian. Dia harus berada disamping anne saat ini, tapi ruangan terkutuk ini menghalanginya.
Lama sangat lama sekali dokter dan suster keluar dari ruangan itu. sebenarnya apa yang mereka lakukan didalam. Mengapa mereka sangat la, apa mereka tak becus. Romeo menjambak rambutya, ia tak kuat lagi untuk tak meneteskan air matanya. Sungguh ini sangat menyiksa dirinya dan juga batinnya.
“keluarga anne?” dokter keluar mencari-cari keluarga pasiennya.
Romeo menoleh kearah sumber suara itu. “saya temannya, dok. Mamanya akan datang sebentar lagi.” Jawab romeo.
Dokter itu menampakan raut wajah yang sangat sedih dan muram? Ia berkata “kita harus segera melakukan transpaltasi tulang belakang untuk anne. Kanker itu sudah stadium akhir.” Ucap dokter.
“saya mengenal anne sudah lama semenjak pertama kali dia saya diagnose menderita kanker darah. Dia seperti kehilangan arah hidupnya dan seperti sudah menyerahkan semuanya. Tapi saya lihat dia membaik belakangan ini. saya kira itu karena kamu.” Ucap doketer itu.
Romeo merapatkan jari-jarinya ketangannya, ia berusaha menahan agar tangisnya tak pecah.
“anne anak yang baik.” Dokter itu menepuk-nepuk pelan bahu romeo. “kamu boleh menemuinya, tapi dia belum sadarkan diri.” Lanjutnya, dokter itupun pergi meninggalkan romeo.
Romeo berjalan gontai kearah ruangan yang ada didepannya, sangat pelan dan muram. Romeo teringat tangannya yang masih ada decak darah anne, dan juga tampangnya yang lusuh, ia tak ingin anne melihatnya dengan keadaan kacau seperti ini. romeo bergegas kekamar kecil dan merapikan penampilannya dan mencuci tangannya.
Sesampainya diruangan itu, cowok itu melihat seorang malaikat cantik tak bersayap sedang tak sadarkan diri diranjang rumah sakit itu. Wajah pucat, cekungan mata yang menghitam, beberapa kabel-kabel kedokteran terlihat dicelah baju anne. Romeo tak kuat membendung air matanya, gadis yang ia sayangi kini berada didepannya dengan keadaan yang tak sadarkan diri.
Romeo menggenggam tangan anne, “mengapa aku harus dipertemukan dengan penyakit yang akan merenggut orang yang aku sayangi lagi. Kenapa penyakit itu harus ada dikamu ne, kenapa harus kamu orrang yang aku sayangi.” Romeo menundukan kepalany.
“saat pertama kali kita bertemu aku kira kamulah orang yang tepat, dan ternyata itu benar. Ternyata kamulah orang yang tepat buat aku. Tapi kenapa lagi-lagi harus penyakit itu memisahkan aku dengan orang yang aku sayang?”
“jangan tinggalin aku, ne.”
Romeo meneteskan bening air matanya saat itu juga, tanpa ia sadari anne yang tak sadarkan diri juga melakukan hal yang sama dengan romeo. Wanita tak berdaya itu mengeluarkan air matanya. Romeo merasakan gerakan jemari anne, dia melihat kearah anne dan ia dapati anne sedang menatap nanar kearahnya.
“aku nggak akan ninggalin kamu. Aku nggak mau.” Ucapnya lemah.
Romeo tersenyum mendengar ucapan anne, ia cukup senang melihat wanita yang dia sayangi sadarkan diri.
“jangan nangis.” Anne mencoba menghapus air mata romeo, “kamu kan tahu aku nggak suka ada yang menangisi aku. Nanti kalau suatu hari aku udah nggak bisa membuka mata lagi dan saat semua orang mendoakanku dan mengantar kepergianku, aku mau kamu nggak boleh nangis. Aku mau kamu tetap tersenyum dengan keadaan apapun. Aku mau kamu lanjutin hidup kamu walaupun tanpa aku.”
Romeo menggeleng, “nggak. Kamu bilang kamu nggak akan mengakhiri kisah kita dengan cara kamu ninggalin aku disini sendiri. Kamu bilang kamu masih mau melanjutkan dan melihat kisah kita.”
“tapi nanti kalau aku udah nggak ada—“
“jangan ngomong gitu! Kamu pasti sembuh. Dokter akan menemukan sumsum tulang belakang yang pas buat kamu. Kamu akan terus hidup sama aku.”
Apa aku bisa? Batin anne. Saat itu juga air mata anne mengalir dengan derasnya.
“jangan pergi.” Romeo memohon, sangat memohon kepada anne.
“peluk aku satu kali saja.” Ucapnya.
Romeo menatap anne, “tapi kamu harus janji sama aku, kamu nggak akan pergi ninggalin aku.” Ucap romeo.
“aku nggak bisa.”
“kenapa?”
“aku..aku mau kamu peluk—aghhhhhrghh” ucapan anne terpotong. Rasa sakit itu muncul kembali. Tambah parah. Sakit sekali. Ya tuhan jangan sekarang.
“anne?” pekik romeio.
“agghhhh sakit.” Gadis itu sangat kesakitan, rasa sakit itu sudah menjalar keseluruh tubuhnya saat ini.
Romeo langsung memencat bel yang ada diruangan itu. tak lama dokter pun datang dn lalu menyuruh romeo untuk keluar.
“nggak dok, saya masih mau bersama anne.”
“kamu harus keluar sekarang juga.” Suster yanga da diruangan itu langsung membawa romeo keluar.
“arghh sakit dok, sakit sekali.” Anne masih mengerang kesakitan.
“dokter lakukan apapun dok. Saya mohon.”
“kami akan melakukan yang terbaik. Mohon kamu keluar sebentar.”
Romeo melemah dan tak melawan ia sudah berada diujung pintu dan suster pun menutup pintu ruangan itu. romeo menangis sejadi-jadinya. Hatinya sangat sakit. Sangat sakit sekali. Ia menyandarkan tubuhnya didinding belakangnya, dan ia mendapati mama anne sudah berada didepannya, raut wajah wanita itu seperti sudah menyerah dengan keadaan. Wanita itu terlihat sudah sangat lelah.
Romeo menatap wanita itu, “anne tan.”
Tante dini menitihkan air matanya, “apa yang bisa kita perbuat meo? Anne tidak mempunyai saudara kandung, dia anak satu-satunya tante, sehingga nggak ada yang bisa menolongnya untuk memberikan sumsum tulang belakangnya.”
“kenapa tante nggak berusaha mencari? Apa tante nggak sayang sama anne.” Pertanyaan itu tiba-tiba saja keluar dari mulut romeo tanpa bisa ia kendalikan.
Tante dini terhentak kaget, “kamu kira saya nggak sayang sama anne? Kamu salah besar. Saya sangat menyayangi anne. Anne adalah hidup saya.” Perempuan itu langsung terduduk lalu diikuti romeo yang menghampirinya.
“sudah 3 tahun belakangan saya mencari sumsum tulang yang pas dengan anne, tapi apa hasilnya? Nihil. Saya nggak bisa jadi malaikat anne saat itu, tapi tiba-tiba kamu datang dan menjadi malaikatnya, itu sangat berarti untuknya.”
“ia harus berjuang bersama obat-obatan yang diminumnya setiap hari, kamu tahu? Itu nggak bisa menyembukannya, itu hanya bisa memperlambat kanker itu untuk menjalar dan menggerogoti darahnya.”
“saya sangat menyayangi anne tante.”
“saya tahu itu, meo.” Saya mohon kamu tabah. Anne sangat tidak suka melihat orang disekelilingnya menangis, itu malah membuatnya semakin lemah.”
Dokter pun keluar dengan raut wajah yang tegang. Seketika itu pembicaraan tante dini dan romeo berakhir. Dokter tidak mengatakan apapun, dia hanya terdiam dan saat itu juga air mata tante dini pecah begitu pula romeo.
Waktu seakan tak berjalan saat ini, romeo tertunduk dan menyesali semuanya. Kalau saja tadi ia mau memeluk anne, mungkin tidak akan seperti ini ceritanya. Anne hanya minta dipeluk romeo, kalau saja romeo tau itu permintaan anne yang terakhir ia mau dan tak akan menolak perminataan anne kala itu. tapi semuanya kini terlambat, semuanya sudah berakhir saat dokter keluar dari ruangan itu. semua berakhir saat ini.
Rasanya saat itu juga romeo ingin mengakhiri hidupnya, ia ingin menghentikan denyut nadinya jika ia bisa, ia akan melakukan segalanya untuk tetap bersama anne, tapi romeo teringat akan kata-kata anne tadi, ia tak boleh sepert itu dan harus melanjutkan hidupnya tanpa anne ataupun tidak.
Hari itu berlalu, detik itu berakhir, tapi luka ini masih membekas dihati romeo, luka ini masih tergores dihati romeo. Semua orang dengan payung hitam dan kaca mata hitam mengantarkan kepergian anne. Mengantarkan anne keperistirahatan terakhirnya. Romeo tak kuasa, ia bahkan tak berani mendekat kemakam anne kala itu. ia hanya melihat dari bawah pohon besar tak jauh dari makam anne.
Romeo tak mau menangis didepan makam anne. Itu akan melukai perasaan anne. Dia sudah berjanji tidak akan menangisi anne, tapi air mata ini tidak mau berhenti keluar dari kedua mata romeo. Semua orang sudah selesai menabuhkan bunga dan berdoa untuk anne, semuanya sudah melenggangkan kakinya melangkah pergi dari tempat ini. saat semua orang sudah pergi ia mulai mendekati makam anne.
“kenapa kamu pergi ne? apa kamu nggak mau sama aku terus? Apa jangan-jangan kamu udah bosan ya sama aku? Kenapa kamu ninggalin aku, ne?” air mata romeo pecah kala itu.
Tante dini yang melihat romeo berada di makam anne sekarang juga menghampiri lelaki itu. “anne nggak mau kamu sedih-sedih, meo.” Tante dini mengusap pundak anak itu, “oh ya tante tadi menemukan ini diruangan anne, saya kira itu buat kamu. Saya pergi dulu.
Romeo menerima pemberian dari tante dini, sebuah kaset. Ia membuka bungkus kaset itu dan bertuliskan “untuk meo”. Sesampainya dirumah, romeo langsung mengurung diri dikamarnya dan mulai memainkan kaset itu.
Gambar anne. Sepertinya anne merekam ini belum lama. Sebelah tangannya memegang kamera untuk merekamnya, wajahnya pucat pasi.
“hallo meo.” Sapanya dalam kaset itu.
Tanpa terasa romeo meneteskan air matanya.
“jangan nangis! Dasar cengeng.” Lanjut anne seolah tahu apa yang romeo lakukan saat ini. Romeo tersenyum mendengar ucapan anne.
“aku kangen meo sama kamu. Aneh ya? Iya aneh padahal barusan aku bertemu kamu, kamu nganterin aku pulang sekolah sampai kerumah. Kamu inget nggak? Yang aku maunya kita jalan kaki itu. lupa ya?” terdengar suara tertawa anne diujung kalimat.
Raut wajah anne berubah seketika itu, “Akhir-akhir ini aku sering mendapatkan sesak berkepanjangan meo, pastinya kamu nggak tahu itu. meo, kayaknya waktu aku nggak lama lagi sekarang. Aku cuman mau kamu tahu.. hm..”
“lewat rekaman video ini aku ingin kamu tahu bahwa aku sayang banget sama kamu. Saat nanti tuhan udah nyuruh aku untuk berada disisinya aku mohon banget sama kamu, jangan tangisin aku. Aku mohon.”
“jangan pernah kamu nangisin aku, atau aku akan marah dari tempat aku berada. Meo, aku akan ninggalin kamu sendiri, aku akan buat kamu dan yang lainnya sedih, tapi apa daya aku? aku nggak bisa ngapa-ngapain?”
“jangan pernah berhenti untuk hidup. Jangan pernah kamu inget-inget aku, nanti yang ada kamu malahan nggak focus dengan hidup kamu, aku mohon lupain aku.”
Romeo mendengus, “apa aku bisa ne? apa aku bisa tanpa kamu ne?”
“aku yakin kita hanya bertemu diwaktu yang salah, jika nanti aku bertemu kamu lagi disuatu tempat, aku nggak akan melepaskan cintaku seoerti saat ini aku melepaskanmu.
 “yakin aja kamu bisa, aku sayang kamu meo. Udah dulu ya sekarang udah waktunya aku buat minum obat. Kamu, jangan menyerah ya.”
Rekaman itu berakhir dan menyisahkan air mata untuk romeo. Lelaki itu sungguh tak bisa menahan air matany, tapi seketika ia teringat akan kata-kata anne. Ia tak boleh menangis. Romeo menghapus air matanya.
“ne, aku janji nggak akan nangis, aku janji akan klanjutin hidup aku. Tapi aku nggak janji akan ngelupain kamu. Aku nggak bisa lupain kamu. Aku nggak bisa.”
Romeo keluar balkon yang ada dikamarnya, ia menatap kearah langit, ia tak akan melupakan anne. Hanya anne satu-satunya wanita yang bisa membuatnya nyaman. Hanya anne yang bisa membuatnya tersenyum. Romeo tersenyum nanar dan mulai berjanji ia akan benar-benar melanjutkan hidupnya dan tak akan menangisi anne.
Aku sudah mendapatkan cintaku. Aku sudah menggenggam cintaku. Cintak tak akan pernah salah, ini juga bukan salah penyakitku. Hanya saja aku dan romeo bertemu diwaktu yang tidak tepat. Aku bertemu dengannya disisa umurku, diujung hidupku. Dulu mungkin aku tersenyum untuk menyembunyikan sakitku, tapi setelah ada cintaku, aku tersenyum karena aku tak merasakan sakit lagi.